Beberapa tokoh pendidikan dan parenting membagi kelompok generasi sesuai tahun dan kelahiran yang berbeda-beda. Salah satunya tentang generasi strawberry. Ada yang menyebut, mereka adalah generasi milenial, kelahiran tahun 1980an sampai sekarang. Ada pula yang mengelompokkannya sebagai orang yang lahir setelah milenial, salah satunya ahli ekonomi Profesol Rhenald Kasali dalam bukunya Strawberry Generation yang terbit tahun 2017.
Dengan tag 'juara kelas belum tentu juara kehidupan', Rhenald Kasali mengkritik anak-anak muda yang dalam tampak mata: cerdas, kreatif, dan memiliki segalanya. Namun, mereka mudah menyerah dan rapuh saat mendapat tekanan hidup. Sama halnya dengan buah strawberry yang kelihatan bagus dan rusak saat mendapat tekanan sedikit saja.
Sebagai contoh, generasi strawberry ini gemar mengeluh kehidupannya di media sosial. Kuliah susah ingin langsung cuti dulu dan healing. Lainnya, mudah sekali berpindah kerja dengan alasan tidak nyaman.
Padahal, kehidupan dunia nyata dan orang dewasa memang tidak seindah yang dibayangkan. Kehidupan harus dimenangkan dengan kerja keras dan kekuatan hati.
Meskipun tidak semua anak muda sesuai dengan apa yang disebut Rhenald Kasali sebagai generasi strawberry, orang tua harus mempersiapkan semuanya. Jangan sampai anak kelak seperti demikian.
Penyebab Lahirnya Generasi Strawberry
Tentu saja remaja dan dewasa muda pernah melalui masa bayi, balita, dan anak-anak. Mereka menjadi generasi lemah karena beberapa sebab. Profesor yang sering muncul dalam berbagai media sosial ekonomi ini menjelaskan alasannya menjadi empat di bawah ini.
1. Self Diagnosis Tanpa Keterlibatan Ahli
Media digital dan internet menandai kelahiran dan perkembangan generasi X, Y, dan Z. Bahkan, untuk yang terakhir disebut, sejak bayi mereka sudah mengenal media sosial.
Di internet, Anda dapat dengan mudah
Nah, generasi saat ini memanfaatkan kemudahan. Jika ada yang dirasa tidak normal, mereka mencari tahu dengan cepat lalu self diagnosis tanpa pendapat para ahli.
Seperti contoh mahasiswa yang viral, misalnya. Dia langsung merasa butuh healing dan belum saat kuliah karena merasa tidak mampu. Dia tidak mau dipaksa terus kuliah sehingga stres.
Padahal mungkin saja ketidakmampuannya mengikuti kegiatan kuliah lebih dikarenakan manajemen waktu dan adaptasi di awal. Dia baru kuliah semester satu.
2. Orang Tua Terlalu Memanjakan Anak
Sebagai orang tua, Anda mungkin sering berpikir, kerja keras yang dilakukan ini untuk anak. Mereka tidak boleh merasakan 'kemiskinan' sama yang pernah dulu Anda alami. Dari sini, timbul orang tua yang memanjakan anak.
Anak menjadi terbentuk dengan mental instan dan malas bekerja keras. Ingin sekolah favorit ada uang orang tua yang akan memberikan segalanya. Begitu pula dengan kebutuhan sehari-hari. Anak tidak terbiasa memperoleh sesuatu dengan kerja keras sehingga saat menghadapi orang lain di lingkungan keluarga, dia mudah rapuh dan patah hati jika keinginannya tidak tercapai.
3. Stereotipe Orang Tua yang Negatif
Selain memberikan kemanjaan, orang tua cenderung memberikan streotipe negatif. Sesuatu yang secara tidak langsung membentuk kepribadian anak dan terbawa hingga dewasa.
Streotipe yang muncul juga tanpa disadari, misalnya menganggap anak lemah dan penakut sehingga dia dijaga terus. Sebaliknya, ada pula yang menilai anak tidak pernah salah sehingga selalu dibela. Lainnya, ada yang melabeli dengan kata-kata buruk, seperti bodoh, lemah, buruk, dan seterusnya sehingga anak tumbuh dewasa dengan tidak percaya diri.
4. Mental Instan
Di luar ketiga hal di atas, ada generasi muda yang cenderung bermental instan karena memang lingkungan memberikan kesempatan untuk itu. Mereka merasa selalu ada kesempatan untuk mendapatkan yang lebih baik tanpa effort berlebihan.
Itulah empat penyebab lahirnya generasi strawberry. Apakah Anda atau anak salah satunya? Yuk, segera persiapkan generasi lebih baik dan maju bersama odysee.education!