Pendidikan adalah pondasi utama bagi kemajuan suatu bangsa. Dalam konteks ini, kemampuan literasi dan numerasi siswa memegang peran kunci.
Di Indonesia, tantangan dalam meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi masih menjadi fokus utama. Meskipun banyak siswanya yang sudah menjadi juara dalam olimpiade internasional, dalam hal peringkat membaca, bangsa yang pernah dijajah selama 350 tahun ini tertinggal jauh. Bahkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura.
Artikel ini akan membahas kondisi saat ini, tantangan yang dihadapi, dan solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa di Indonesia.
Kemampuan literasi mengacu pada kemampuan individu untuk memahami, mengevaluasi, menggunakan, dan berpartisipasi dalam situasi sehari-hari dengan menggunakan teks. Sayangnya, studi internasional seperti PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih di bawah rata-rata dunia. Faktor-faktor seperti kurangnya akses terhadap literatur, kurangnya pelatihan guru, dan kurangnya fasilitas pembelajaran yang memadai menjadi penyebab utama.
Akses terhadap literatur sejenis perpustakaan memang sangat tidak memadai di pelosok. Pun di masa internet sudah menjamah hampir seluruh dunia. Jaringan masih tidak stabil dan sulit.
Sementara itu, kurangnya perhatian guru menjadi masalah yang berbeda. Pengajar dikejar pekerjaan adminsitratif dan target kurikulum. Akibatnya, perhatian untuk peserta didik berkurang. Pembiasaan membaca menjadi selingan yang bisa ditiadakan jika waktu tidak mencukupi.
Penyebab literasi dan numerasi masyarakat Indonesia yang masih kurang tentu akan banyak sekali jika diuraikan satu per satu. Namun, secara umum ada beberapa yang menjadi tantangan utama dan harus menjadi perhatian para pejabat dan semua yang berhubungan dengan pendidikan.
Ini penting untuk menciptakan pelajar yang mendunia tetapi tidak meninggalkan kreativitas dan jati diri sebagai bangsa Indonesia, seperti tujuan pelajaran Pancasila pada Kurikulum Merdeka.
Berbagai tantangan tersebut dirangkumkan sebagai berikut.
Keterbatasan Akses Terhadap Bahan Bacaan: Sebagian besar siswa di Indonesia masih mengalami keterbatasan akses terhadap buku dan materi bacaan yang relevan. Faktor ini membatasi kesempatan mereka untuk mengembangkan keterampilan membaca dan pemahaman bacaan.
Kurangnya Fokus pada Pemahaman Kontekstual: Proses pembelajaran seringkali lebih terfokus pada menghafal daripada memahami konteks penggunaan bahasa. Ini dapat menyebabkan siswa sulit mengaitkan literasi dengan kehidupan sehari-hari mereka.
Kurangnya Keterlibatan Orang Tua: Keterlibatan orang tua dalam mendukung perkembangan literasi anak seringkali kurang. Dukungan orang tua sangat penting dalam membentuk kebiasaan membaca dan menstimulasi minat literasi anak.
Kemampuan numerasi mencakup pemahaman dan penguasaan konsep matematika yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun beberapa kemajuan telah dicapai, masih ada sejumlah tantangan yang perlu diatasi hingga siswa tidak lagi merasa numerasi dan sains merupakan pelajaran yang tidak penting. Materi yang tidak aplikatif untuk kehidupan nyata.
Tidak seperti kegiatan literasi, peningkatan numerasi menghadapi masalah yang lebih kompleks. Apalagi di kalangan siswa ada sinyal yang menyebut Matematika merupakan pelajaran sulit. Akibatnya, selain kurangnya fasilitas dan keterlibatan orang tua, ada beberapa tantangan lain yang harus dihadapi.
Kurangnya Sumber Daya Pendidikan Matematika: Beberapa sekolah di Indonesia masih menghadapi keterbatasan dalam sumber daya pendidikan matematika, termasuk buku teks yang memadai, alat peraga, dan pelatihan guru yang memadai.
Kurikulum yang Kurang Kontekstual: Kurikulum matematika yang tidak sesuai dengan kehidupan sehari-hari dapat membuat siswa kehilangan minat. Pemahaman konsep matematika yang kontekstual dapat membuat materi menjadi lebih relevan dan mudah dipahami.
Kurangnya Keterlibatan Teknologi dalam Pembelajaran: Sementara teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, penerapannya dalam pembelajaran matematika masih terbatas. Penggunaan teknologi dapat membuat pembelajaran lebih interaktif dan menarik.
Tidak pas jika kita membicarakan tantangan tanpa memberikan solusi. Paling tidak ada beberapa hal yang dapat diusahakan sendiri sebagai keluarga, sekolah, dan pendidik.
Solusi yang mungkin diadakan untuk mengatasi rendahnya literasi dan numerasi masyarakat Indonesia antara lain:
Peningkatan Akses Terhadap Bahan Bacaan: Langkah pertama adalah meningkatkan akses siswa terhadap buku dan bahan bacaan yang berkualitas. Ini dapat melibatkan kampanye donasi buku, peningkatan perpustakaan sekolah, dan pengembangan program membaca bersama.
Pembelajaran Kontekstual: Pengembangan kurikulum yang lebih relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa dapat membantu meningkatkan pemahaman dan minat mereka terhadap literasi dan numerasi.
Pelatihan Guru yang Berkelanjutan: Guru adalah kunci keberhasilan pendidikan. Memberikan pelatihan yang berkelanjutan kepada guru dalam metode pengajaran yang inovatif dan sesuai dengan perkembangan terkini dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
Pemberdayaan Orang Tua: Program yang mendorong keterlibatan orang tua dalam membimbing anak-anak mereka dalam literasi dan numerasi dapat memberikan dampak positif yang signifikan.
Integrasi Teknologi dalam Pembelajaran: Pemanfaatan teknologi, seperti aplikasi pembelajaran matematika atau platform e-book, dapat memberikan pengalaman belajar yang lebih interaktif dan menyenangkan bagi siswa.
Meningkatkan kemampuan literasi dan numerasi siswa di Indonesia merupakan tanggung jawab bersama pemerintah, sekolah, guru, dan masyarakat. Dengan mengatasi tantangan-tantangan tersebut dan menerapkan solusi yang tepat, kita dapat membentuk generasi yang tidak hanya terampil secara akademis tetapi juga mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Ini akan membawa dampak positif pada perkembangan individu dan kemajuan bangsa secara keseluruhan.