Namun, yang sering jadi pertanyaan, benarkah pendampingan psikologis hanya menyasar korban bullying saja? Jika begitu, pantaskah pihak sekolah berlomba-lomba membersihkan nama baik dengan lepas tangan dan tak memberikan pendampingan psikologis pada pelaku? Mari kita kupas jawaban selengkapnya.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatatkan 10 kejadian kasus bunuh diri anak sepanjang 2023. Angka ini naik 10% dibanding tahun sebelumnya. KPAI juga menambahkan bahwa 60% kasus bunuh diri anak ini terjadi akibat perundungan.
Saat bicara soal pendampingan psikologis, yang ada di pikiran banyak orang mungkin hanya berupa tindakan reaktif untuk mendukung korban setelah bullying terjadi. Namun, sebenarnya, dukungan psikologis juga berperan besar dalam tindakan pencegahan atau preventif, termasuk kepada siswa yang memiliki indikasi sebagai pelaku bullying.
Setidaknya ada 5 alasan di balik pentingnya pendampingan psikologis yang memadai di setiap sekolah di Indonesia. Apa saja?
Tingkat kecerdasan emosi (EQ) siswa biasanya terlihat dari dua faktor, yaitu dari seberapa bijak mereka mengatur emosinya sendiri dan seberapa baik mereka memahami emosi orang-orang di sekitarnya.
Secara langsung maupun tidak, pendampingan psikologis dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk mengenali, memahami, dan mengelola berbagai jenis emosi di berbagai situasi. Selain itu, siswa juga bisa lebih berempati dan peduli pada sesama.
Alaminya, setiap siswa merespons stres dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang cenderung terpengaruh secara fisik, misalnya detak jantung meningkat, otot menegang, pusing, hingga mual. Ada yang sangat membutuhkan dukungan eksternal setiap mengalami stres. Ada juga yang cenderung emosional, seperti rentan menangis, menarik diri, dan cemas setiap ada masalah.
Semuanya normal. Namun, penting bagi setiap siswa untuk masing-masing mengenali dan menyusun strategi untuk menghadapi stress. Sekolah bisa memberi arahan atau menyediakan bahan edukasi untuk membentuk kesadaran siswa akan pentingnya manajemen stres.
Memfasilitasi pendampingan psikologis berarti mendorong siswa untuk sadar dan vokal terhadap isu-isu kesehatan mental dan cara menanganinya. Seperti yang kita tahu, stigma tentang kesehatan mental hanya akan berakibat pada keengganan dan kesungkanan siswa untuk mencari pertolongan psikologis sedini mungkin.
Pendampingan psikologis tak hanya berlaku bagi korban, namun juga pelaku. Sudah saatnya sekolah bersikap proaktif dan merancang pendampingan psikologis yang bersifat preventif maupun reaktif. Simak tabel di bawah ini untuk memahami upaya apa saja yang bisa ditempuh untuk menekan risiko bullying.
Upaya Preventif (Pencegahan) pada Bullying |
|
Untuk terindikasi pelaku |
|
Untuk siswa yang berisiko di-bully |
|
Upaya Reaktif (Penanganan) pada Bullying |
|
Untuk pelaku bullying |
|
Untuk korban bullying |
|
Program pendampingan psikologis adalah peluang untuk merangkul semua siswa dari kondisi dan latar belakang apa pun. Selain menghapuskan diskriminasi, langkah ini juga menjauhkan siswa dari perasaan terasingkan, atau merasa sia-sia dan tidak didengar saat sedang membutuhkan pertolongan.
Apa pun bentuk pendampingan psikologis yang disediakan sekolah, pastikan sudah mencakup lima upaya berikut.
Kumpulkan hasil tes, data, dan laporan terkait psikologi siswa, kemudian analisis tren dan pola yang ditemukan. Lakukan observasi dan interview jika diperlukan. Adakan juga sesi feedback dan survei psikologi secara berkala. Dari temuan selama assessment inilah sekolah bisa menyusun prioritas dan strategi sesuai dengan kebutuhan siswa.
Bukan tanpa alasan mengapa guru dan sekolah disebut sebagai orang tua dan rumah kedua bagi murid. Program pendampingan psikologis akan jauh lebih efektif jika orang tua/wali juga bisa terlibat aktif di dalamnya. Ini bisa diwujudkan melalui komunikasi dan pertemuan reguler dengan orang tua atau wali siswa.
Pastikan adanya sinkronisasi visi antara program sekolah dan guru selaku tenaga pengajar. Berikan edukasi tentang tindakan yang harus dilakukan ketika menyaksikan bullying, menengahi konflik, menyikapi isu kesehatan mental, dan memberikan dukungan psikologis pada siswa. Libatkan juga jajaran staf supaya tercipta lingkungan sekolah yang sepenuhnya aman dan suportif.
Undang konselor atau psikolog untuk memberikan edukasi yang fokus pada pembelajaran emosional, penyelesaian konflik, dan cara membangun empati. Jika memungkinkan, adakan sesi ini secara rutin agar kesadaran siswa tentang isu psikologis dapat terbentuk sempurna.
Mengingat besarnya dampak bullying bagi psikologis siswa, fokuskan penanganan isu ini dengan membuat mekanisme pengaduan dari siswa, terutama korban dan saksi. Yakinkan mereka bahwa identitas pelapor akan dilindungan dan pelaku akan ditindak sesegera mungkin dengan tegas. Langkah ini bisa dilakukan dengan menyediakan kotak pengaduan, surel, maupun platform digital.
Ada sejumlah hal yang bisa dilakukan guru untuk memberikan pendampingan psikologis kepada siswa. Apa saja contohnya?
Terakhir, terus ikuti perkembangan dunia pendidikan di Indonesia agar tetap relevan. Cara paling mudah adalah dengan bergabung di Odysee Education.
Kamu bisa mendaftar sebagai guru atau pihak sekolah untuk mengakses fitur menarik seperti:
Tunggu apa lagi? Segera daftarkan diri sebagai guru atau sekolah di sini!