Sebenarnya program Digitalisasi Sekolah sudah ada sejak lama. Peluncurannya pertama kali diadakan di Kepulauan Riau, 18 September 2019 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhajir Effendi. Kebijakan tersebut sejalan dengan Nawa Cita Ketiga "Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan" memasuki era industri 4.0.
Muhajir Effendi, saat itu menyebut, program juga seiring dengan arahan Presiden Jokowi memasuki era industri 4.0 yang meminta seluruh jajarannya memperhatikan daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).
Untuk mengimplementasikannya, sekolah dapat menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana tersebut sejak tahun yang sama dibagi menjadi dua, yaitu reguler dan afirmatif. Bagian afirmatif itulah yang digunakan untuk membiayai Digitalisasi Sekolah. Harapannya, sekolah yang berada di daerah tertinggal dapat mengakselerasi pembelajaran.
Pada saat peluncuran program, Mendikbud pun membagikan komputer tablet kepada 1.142 siswa yang terdiri dari 508 siswa kelas 6, 303 siswa kelas VII, dan 331 kelas X. Komputer tablet yang dibagikan telah diisi dengan buku elektronik dan aplikasi Rumah Belajar yang dapat digunakan untuk mengakses materi dengan atau tanpa jaringan Internet.
Digitalisasi merupakan sebutan untuk proses kegiatan yang menggunakan teknologi informasi terkini alias komputer dan berbagai jenis gadget lengkap dengan internet.
Digitalisasi sekolah seperti yang sudah diungkapkan di atas sebuah kegiatan menggunakan teknologi informasi dan komputer di sekolah yang otomatis berkaitan dengan kegiatan belajar dan mengajar.
Secara sederhana, program lebih dikenal dengan belajar online atau daring. Sebuah nama yang mencuat saat pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia dan mengharuskan hampir seluruh pelajar melakukan aktivitasnya dari rumah.
Meskipun demikian, digitalisasi di sekolah tentu saja tidak hanya berkaitan dengan belajar online. Semua aktivitas, mencari materi pelajaran hingga laporan seluruhnya menggunakan komputerisasi.
Belajar online mendapat sorotan tersendiri karena ini berhubungan erat dengan output pendidikan, yaitu menghasilkan generasi yang cerdas, berkarakter, cinta tanah air, sekaligus siap terjun ke kancah global, internasional.
Belajar online atau daring mendapat banyak perhatian dikarenakan bagian ini berhubungan langsung dengan sumber daya manusia. Yang dihadapi bukanlah sekadar laporan di depan komputer.
Tidak hanya belajar secara online tetapi juga siswa diharapkan dapat mencari pengetahuan melalui media internet. Selain itu, ujian pun secara perlahan menggunakan sistem CBT. Guru sebagai pengajar harus dapat mengikuti teknologi. Mereka belajar menjadi lebih kreatif membuat materi pengajaran dengan menarik.
Tentu saja sebagai sebuah program, masih banyak kelebihan dan kekurangan dari Digitalisasi Sekolah. Apalagi sebelum pandemi Covid-19, hampir semua sekolah tidak siap dengan kondisi yang ada. Namun, semua adalah proses yang seharusnya menuju lebih baik.
Agar kebaikan yang menjadi tujuan, dampak negatif harus diketahui. Tujuannya agar kekurangan segera diperbaiki.
Akibat negatif program adalah sebagai berikut.
1. Sulitnya Mengajarkan Karakter Baik
Digitalisasi identik dengan pembelajaran jarak jauh. Di sini, peran tatap muka guru berkurang drastis. Bahkan, ada yang menyebutkan, keberadaannya bisa digantikan suatu saat.
Namun, ada yang tidak dapat digantikan oleh teknologi. semaju apapun. Pendidikan karakter yang membutuhkan teladan dari guru dan orang dewasa di sekelilingnya.
Pengajaran jarak jauh, menyebabkan pendidikan karakter menjadi lebih sulit. Siswa kemungkinan hanya mengenal teorinya tanpa mengetahui praktek. Ini menjadi tantangan sendiri di era digitalisasi.
2. Meningkatnya Kecurangan.
Menyontek sudah ada sejak zaman dahulu. Murid yang curang bisa mencari celah pengawasan agar mendapatkan nilai baik tanpa kerja keras.
Penggunaan gadget mendukung hal ini. Apalagi banyak aplikasi yang kini dengan mudah diakses untuk menjawab soal mata pelajaran hingga Matematika. Tidak usah berpikir untuk mengerjakannya, siswa tingga menyalin. Bahkan, saat ujian pun murid dapat saling bertanya dengan teman melalui dunia maya.
3. Membuat Siswa Lebih Malas
Hal negatif lain yang menjadi dampak penggunaan teknologi informasi adalah membuat siswa malas.
Teknologi membuat segalanya lebih mudah. Siswa tidak perlu membaca buku untuk mengetahui suatu hal. Google bisa menjawabnya dengan cepat. Begitu pula masalah lain. Akibatnya, otak dan fisik tidak terlatih untuk berpikir dan bergerak.
4. Siswa Individualitas
Teknologi membuat orang mengenal lebih jauh melalui dunia maya. Mereka lalu asyik berselancar dan berteman di sana. Tidak terasa, seseorang menjadi tidak kenal dengan orang di sekeliling.
Siswa bisa menjadi lebih suka di rumah dan bermain dengan gadget daripada berlarian bersama teman sebaya. Pada akhirnya, mereka mungkin tumbuh menjadi pribadi individualitas.
5. Rentan Cyber Crime
Kejahatan dunia internat marak belakangan ini. Penipuan dengan kedok aplikasi banyak tersebar. Begitu pula dengan cyber bullying hingga pornografi.
Anak tidak terlepas dari tangan-tangan tidak bertanggung jawab tersebut. Keberadaan dunia tanpa batas menambah faktor resiko.
Tentu saja masih ada dampak negatif teknologi informasi selain di atas. Itu pun tidak semuanya terjadi. Semua kembali kepada lingkungan dan peran pendidik di lembaga formalnya. Pembatasan harus dimaksimalkan. Apalagi UNESCO sendiri sudah menyarankan sekolah tanpa gadget.
Seperti pisau bermata dua, Digitalisasi Sekolah tidak bisa dihindari agar masyarakat Indonesia dapat berbicara di kancah global. Akan tetapi tantangannya tidak sedikit. Semua yang terkait dengan dunia yang menghasilkan generasi yang akan datang harus meminimalisir dampak negatif. ***
Odysee sebuah lembaga yang memberikan konsultasi tentang penyelenggaraan pendidikan terbaik. Anda juga dapat mendaftarkan Ananda sekolah online dengan guru-guru terbaik di sini serta banyak hal terkait pendidikan. Yuk, intip web ini lebih banyak!