Kurikulum & Materi Pelajaran

Bullying, Pendidikan Karakter, dan P5 pada Kurikulum Merdeka

Banyak pakar menyebut, bullying dapat dicegah dengan meningkatkan implementasi pendidikan karakter di sekolah. Bagaimana hubungannya dengan P5 pada Kurikulum Merdeka?
  • 14 Oktober 2023
  • admin
  • bulyying
  • pendidikan karakter
  • kurikulum merdeka

Bullying atau perundungan mendapat banyak sorotan beberapa bulan terakhir. Bagaimana tidak? Sebagian besar kasusnya terjadi di sekolah jenjang SD dan SMP. Korbannya tidak hanya mendapatkan trauma tetapi juga cacat fisik yang cukup fatal.

Kasus yang terungjkap melalui video yang beredar di media sosial pun diyakini sebagai fenomena gunung es. Kenyataannya, bullying di sekolah lebih banyak dari yang terlihat.

Pendidikan karakter di sekolah, di rumah, hingga di lingkungan mendapat tempat untuk mengatasi perilaku bullying, baik sebagai korban atau pelaku. Pengajaran yang seharusnya sudah ada dalam Kurikulum Merdeka yang menargetkan Profil Pelajar Pancasila. Implementasinya dalam P5 atau Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila sangat dinantikan.

Bullying dan Pendidikan Karakter

Sebelum Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi menerapkan Kurikulum Merdeka yang sudah dimulai sejak tahun ajaran 2022-2023, pendidikan karakter sudah menjadi perbincangan. Hal yang sudah ada di Kurikulum 2013 tetapi pelaksanaannya di tingkat sekolah masih minim. 

Karakter sendiri, menurut Profesor Suyanto Ph.D yang dikutip dari laman KPAI adalah cara beripikir dan berperilaku yang bisa dipelajari dan dibiasakan sehingga menjadi ciri khas indiidu untuk hidup dalam bekerja sama di lingkungannya mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Sedangkan pendidikan karakter adalah pembentukan nilai, budi pekerti, moral, watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan seluruh warga sekolahh untuk mampu bersikap dan berperilaku baik.

Dalam Sistem Pendidikan Nasional (SIsdiknas) tahun 2003, pendidikan karakter ini merupakan salah satu tujuan nasional. Amanak yang menuslikan, pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas tetapi juga berkepribadian dan berkarakter. Dengan demikian, kelak akan lahir generasi bangsa yang tumbuh dengan karakter nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

Menurut pakar pendidikan, Ratna Megawangi (2003), indikator kualitas karakter meliputi:

1. CInta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. Tanggung jawab, disiplin, dan mandiri
3. Jujur/amanah dan arif
4. Hormat dan santun
5. Dermawan, suka menolong, dan gotong-royong
6. Percaya diri, kreatif, dan kerja keras.
7. Kepemimpinan dan adil
8. Baik dan rendah diri
9. Toleran, cinta damai, dan kesatuan

Dalam pendidikan holistik kesembilan indikator pendidikan karakter yang disebut pilar di atas dapat tercapai dengan mengajarkan pengetahuan, feeling, dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.

Untuk mewujudkan kesembilan pilar semua pihak harus bekerja sama. Orang tua mendaat peran pertama sebagai pendidik ketika anak masih usia dini. Selanjutnya, sekolah dan pemerintah mendapatkan peran ketika anak sudah memasuki usia sekolah.

Orang tua dapat mengajarkan anak percaya diri hingga mengucapkan 3 kata 'sakti": terima kasih, tolong, dan maaf. 

Bullying dan Kurikulum Merdeka

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim merencanakan Kurikulum Merdeka juga dengan dasar pendidikan karakter. Dengan tim di kementerian, Kurikulum Merdeka ingin mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dengan ciri:

- Beriman, berkawa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia
- Berkebhinekaan global
- Bergotong royong
- Mandiri
- Bernalar kritis
- Kreatif

Profil yang kemudian diwujudkan dengan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P%). Proyek terpadu dan holistik pada Kurikulum Merdeka yang salah satu tujuannya adalah memperkuat karakter dan mengembangkan kompetensi sebagai warga dunia yang baik.

Berdasarkan hal itu, Kurikulum Merdeka jika dilaksanakan dengan tepat sasaran akan memadukan pengetahuan, feeling, dan implementasi dalam semua pembelajaran. Siswa tidak hanya diajarkan karakter baik sebagai pengetahuan tetapi mereka dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kasus bullying misalnya, korban dan pelaku dapat diminimalisir. 

Anak mempunyai karakter kuat dan percaya diri sehingga tidak ada seorang pun yang dapat melakukan kekerasan fisik dan erbal terhadap dirinya. Paling tidak, siswa mempunyai keberanian untuk melapor ke pihak yang berwenang jika menjadi korban atau saksi adanya perundungan di lingkungannya.

Sementara itu, pelaku bullying juga diperkecil. Siswa sudah saling menghormati dan menghargai terhadap sesama. Terhadap teman, mereka mengedepankan kebijakan jika menghadapi suatu masalah.

Bullying di sekolah yang menjadi momok di hari ini, ke depannya akan berusaha dikurangi hingga mencapai angka nol. Bangsa Indonesia di masa depan membutuhkan SDM yang tangguh. Tidak mudak ditekan sekaligus bijaksana dalam mengambil sikap. ***

Chat Icon